19 Agustus 2021

Serat Sintetis/Serat Buatan

 Serat buatan dikenal dengan istilah serat sintetis. Serat ini diperoleh dengan melibatkan suatu proses kimia di mana elemen-elemen kimia atau substansi dasar digabung melalui suatu proses yang rumit sehingga terbentuk produk akhir yang betul-betul baru dengan penggunaan yang baru pula. Serat buatan secara sintetis terbuat dari bahan dasar phenol, benzene, acetylene, prussic acid, chlorine, sehingga disebut sebagai serat sintetis atau syntetis fibre. Berbeda dengan serat-serat buatan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang kompleks seperti selulose dan protein yang ditransformasikan menjadi serat. Serat buatan umumnya dibuat dalam empat bentuk dasar, yaitu, continuous filaments, staple fibre, monofilament dan split fibre (Ardidja 2010).

Menurut Sadhori (1983), serat buatan atau serat sintetis dalam pembuatannya m e r u p a k a n r a n g k a i a n p r o s e s polimerisasi, maka serat-serat tersebut merupakan polimer-polimer. Dilihat dari bahan baku yang dipergunakan dalam proses polimerisasi ini, polimer-polimer sebagai bahan jadi dalam rangkaian ini dapat dibagi menjadi dua macam yaitu natural polimer dan sintetis polimer.

a.  Natural Polimer

Merupakan hasil proses polimerisasi yang bahannya dari selulose atau protein yang berasal dari tumbuhan maupun hewan. Dalam pembuatan alat tangkap serat dari jenis polimer ini jarang dipakai karena memiliki sifat hampir sama dengan serat-serat alam biasa, tetapi harganya relatif lebih mahal. Beberapa contoh serat dari natural polimer antara lain yang berasal dari kayu dan bambu (viscose, rayon acetat), yang berasal dari protein tumbuhan (alginosa, ardil, azlon), dan yang berasal dari protein hewan (lanital, fibralon, wipolan).

b.  Sintetis polimer

Merupakan hasil dari polimerisasi dari bahan dasar yang berasal dari b a t u b a r a , m i n y a k b u m i d a n sebagainya. Disebut sintetis polimer karena memang sebelumnya polimer- polimer tersebut belum ada sebelum melalui serangkaian proses kimia, sedangkan pada natural polimer sudah ada sebelum serangkaian proses kimia. Dalam pembuatan alat tangkap serat-serat dari sintetis polimer banyak digunakan sebagai bahan pengganti serat-serat alam, karena s i f a t y a n g d im i l ik in y a le b ih menguntungkan dibanding dengan serat alami maupun serat yang berasal dari natural polimer. Serat-serat dari sintetis polimer memiliki keunggulan dibanding dengan serat-serat alami maupun dari serat natural polimer terutama  dalam  hal  daya  tahan t e r h a d a p p e m b u s u k a n a t a u pelapukan, kekenyalan, daya lentur dan sebagainya.

Bebarapa nama produk serat sintetis yang sering digunakan untuk bahan pembuatan alat tangkap:

1)    Polyamide (PA)

    Diproduksi dalam dua bentuk yaitu polyamide continous filament dan polyamide monofilament. Untuk twine dan rope polyamide yang umum digunakan berukuran 0.66 hingga 2.22 tex. Untuk ukuran 0.66 tex artinya setiap panjang 100 meter serat polyamide memiliki berat 0.66 gram. P o ly a m id e m o n o f i la m e n t memiliki diameter serat antara 0.1 mm hingga 5 mm. Pada umumnya serat polyamide monofilament dipintal menjadi yarn dan juga dapat langsung menjadi strand yang kemudian dipintal menjadi rope. Polyamide monofilament sering digunakan sebagai bahan webbing untuk gill net, trammel net dan untuk senar pancing (long line, pole and line, trolling dan hand line).

Polyamide (PA) memiliki sifat fisik kekuatan dan daya tahan terhadap gesekan baik, kemuluran dan kelenturan sangat baik dan tenggelam di dalam air densitas 1.14 gram/cm3 (Sadhori 1983).

Nama– nama dagang serat polyamide (PA) antara lain amilan, enkalon, lilion, relon, anid, anzalon, caprolan, dederan, forlion, kapron, kenlon, knoxlock, nailon, nylon, perlon, platil, roblon, siton, stilon dan nailonsix (Ardidja 2010).

2)    Polyester (PES)

    Polyester (PES) memiliki ukuran hampir sama dengan polyamide (PA), beberapa ada yang lebih kecil dari 0.6 tex. Serat polyester (PES) diproduksi dalam bentuk continous fiber dan staple fiber. Polyester pada umumnya digunakan sebagai bahan pembuatan rope. Serat polyester (PES) memiliki sifat-sifat fisik tenggelam di dalam air dengan densitas 1.38 gram/cm3, memiliki kekuatan sangat baik, memiliki kelenturan yang baik tetapi kurang lentur (Sadhori 1983).

    Nama– nama dagang serat polyester (PES) antara lain dacron, diolen, grilen, grisuten, tergal, terital, terlenka, tetoron, terylene dan trevira (Ardidja 2010).

3)    Polypropylene (PP)

Terdiri dari polypropylene continous (multifilament) filament, polypropylene monofilament, polypropylene staple fiber dan polypropylene fibrillated films tape. Polypropylene continuous hampir sama dengan polyamide dan polyester karena memiliki ukuran serat 0.22 hingga 1.67 tex. Dalam proses produksi polypropylene continuous membutuhkan mesin      yang   lebih    komplek    sehingga m e m p e n g a r u h i h a r g a d a r i    polypropylene continuous relatif lebih mahal.

Polypropylene monofilament berbentuk serat tunggal dengan diameter 0.2 mm sampai 0.4 mm, pada umumnya digunakan sebagai b a h a n p e m b u a t a n r o p e . Polypropylene staple fiber umum- nya berbentuk serat yang mirip dengan serat alami yang digunakan sebagai bahan pembuatan rope. Serat ini berukuran pendek berasal d a r i p e m o t o n g a n s e r a t polypropylene monofilament ber- ukuran panjang sekitar 0.9 m sampai 1.1 m, dengan diameter kurang lebih 0.11 mm dan memiliki ukuran kurang lebih 11 tex (100 denier). Serat ini dapat digabung dengan serat sisal tetapi karena permukaan serat bersifat kasar dan berbulu sehingga tidak digunakan sebagai bahan alat penangkap ikan. Polypropylene fibrillated films tape ya n g j u g a dik en a l s eba g a i polypropylene split fiber, berbentuk seperti pita dengan berbagai ukuran dengan lebar antara 20 mm sampai 40 mm, ketebalan 0.06 mm sampai 0.1 mm dan fineness antara 1.600 tex sampai 2.700 tex. Polypropylene juga dikenal dengan nama- nama sebagai berikut: akvalex PP, courlene PY, danaflex, drylene 6, hostalen PP, merakhlon, multiflex, nufil, prolene, propylon, ribofil, trofil P, ulstron, velon P, vestolen P (Ardidja 2010). Menurut S a d h o r i ( 1983 ) , s i fa t f is ik polypropylene (PP) terapung di dalam air (densitas 0.91-0.92 gr/cm3), memiliki kekuatan baik, ketahanan gesekan baik.


4)    Polyethylene (PE)

Umumnya diproduksi dalam bentuk monofilament dengan ukuran diameter 0.2 mm sampai dengan 0.4 mm dengan densitas 0,96 gr/cm3. Polyethylene memiliki sifat fisik yang ringan, terapung didalam air, tingkat kekenyalan tinggi dan permukaannya halus. Serat ini banyak digunakan sebagai bahan pembuatan rope dan webbing trawl dasar. Polyethylene juga dikenal dengan nama akvalex, cervil, corfiplaste, courlene, drylene 3, etylon, hiralon,hi-zex, hostalen G, laveten, levilene, marlin PE, norfil.


5)    Polyvinyl alcohol (PVA)

Polyvinyl alcohol pada umumnya d i g u n a k a n s e b a g a i b a h a n pembuatan webbing untuk purse seine dan rope untuk long line. Dengan densitas 1.30 gr/cm3 polyvinyl alcohol memiliki sifat yang tenggelam di dalam air, selain itu juga memiliki kelenturan yang baik dan daya tahan terhadap gesekan juga baik. Sehingga dengan sifat tersebut digabungkan dengan bahan lain untuk mem- bentuk rope dengan sifat-sifat yang lebih menguntungkan. PVA juga dikenal dengan nama cremona, kanebian, kuralon, kuremona, manryo, newlon, trawlon, dan vinylon (Ardidja 2010).


6)    Polyvinyl chloride (PVC)

Polyvinyl chloride (PVC) memiliki densitas 1.35 gr/cm3 sehingga bersifat tenggelam di dalam air. Polyvinyl chloride memiliki sifat fisik yang relatif lebih kaku sehingga banyak digunakan sebagai bahan pembuatan paralon atau pipa air dan pelindung kabel listrik. Polyvinyl chloride juga dikenal dengan nama envilon, fibravyl, dan rhovil (Ardidja 2010).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Mencegah Polusi Minyak Di Laut (Annex I)

  Pencegahan oil spil atau tumpahan minyak dari kapal dan untuk menjaga laut lebih aman dari polusi minyak adalah tanggung jawab awak kapal....